Wednesday, January 20, 2010

kepak sayap kami

“Ujian akan terus menimpa seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, menimpa dirinya, anaknya, dan hartanya hingga ia berjumpa dengan Alloh tanpa membawa dosa.” (HR. Tirmidzi dari Abu Huroiroh)


Ya Alloh, dua setengah juta… Uang sebanyak itu, dan itu bukan milik kami. Alloh, ampuni hamba kalau sekarang hamba bertanya-tanya, bagaimana hamba mencari gantinya, sementara selama ini hamba meyakini Engkau adalah dzat yang sangat bisa memberi ganti. Segalanya yang hilang, yang kutinggalkan dulu… semua Engkau ganti dengan yang lebih baik.

Dulu, kutinggalkan pekerjaanku demi mempertahankan hidayah-Mu. Meski waktu itu semua orang, termasuk orang tuaku, sempat meyayangkan, aku tetap mantap. Aku lebih sayang kalau harus menanggalkan jilbabku. Apalagi untuk sebuah pekerjaan yang di mata Alloh termasuk riba…

Aku terus berdoa, semoga Kau tunjukkan aku jalan untuk bertahan. Bertahan, karena waktu itu aku memang harus benar-benar bisa berdiri dengan kakiku sendiri. Aku berusaha mencari pekerjaan yang lebih jelas hukumnya di mata-Mu, juga dengan lingkungan yang lebih kondusif. Kemudian ketika tiba-tiba Kau kirim aku seorang teman sejati…

Alhamdulillah, hanya itu yang bisa hamba ucapkan untuk semua nikmat-Mu yang terus mengalir… untuk suami yang baik, untuk anak-anak yang lucu, untuk semuanya. Juga untuk jawaban atas satu doaku selama ini. Keinginanku untuk bisa membantu suamiku agar perjuangannya tidak terganggu, tanpa meninggalkan anak-anak.

Selanjutnya, hari-hariku disibukkan dengan acara membagi waktuku. Alloh, hamba hanya ingin 24 jam waktu hamba menjadi waktu yang benar-benar tak sia-sia.

Suamiku, aku mengerti kebimbanganmu dalam berjuang. Engkau merasa keikhlasanmu selalu teruji setiap melihatku dan tiga anak kita yang sedang tumbuh dan semakin membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Anak-anakku, semoga setiap detik perkembanganmu tidak pernah umi lewatkan kecuali dengan perhatian umi. Karena kalian, keceriaan kalianlah yang membuat lelah ini berubah menjadi energi baru untuk umi. Ya Alloh, bantu hamba…!

Dan sekarang, ketika kami mulai bisa menikmati kesibukan ini bersama, ujian itu datang… Ya Alloh, dimana amplop itu…? Amplop yang hamba, bahkan suami hamba yang menerimanya, belum melihat isinya sama sekali.

Jatuh, rasanya semua runtuh. Bukan hanya karena amplop yang menghilang, tapi dampak selanjutnya…Suamiku, yang selama ini selalu menguatkanku ketika aku limbung, sakit. Dia terlihat sangat terpukul.

Mungkin ini saatnya aku yang harus menguatkannya. Aku mencoba mengerti perasaannya. Amplop itu bukan sekedar amplop, dan uang di dalamnya bukan milik kami sendiri, tapi milik umat yang dititipkan pada suamiku. Amanah yang harus dijaga dan segera disampaikan. Tapi sekarang, amplop itu menghilang, entah kemana…

Suamiku sendiri bingung. Dia yakin, sudah menaruhnya di tempat yang aman dan tidak terjatuh di mana-mana. Apakah mungkin amplop itu ikut terbuang saat kami membersihkan almari…
Sementara aku sendiri tidak tahu kapan suamiku menaruh amplop titipan itu dan ditaruh dimana tepatnya. Wujudnya pun sungguh aku tidak tahu.

Isinya…begitu menerima, suamiku merasa langsung menyimpannya, tidak membukanya sama sekali. Dia pun tahu amplop itu berisi uang dari orang yang menitipkan.

Seluruh isi lemari sudah kami bongkar, tapi amplop itu benar-benar tidak ada. Kulihat suamiku yang semakin terpukul dan tidak berdaya menahan berat kepalanya. Setelah itu, selama hampir satu pekan, suamiku tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Tiap pagi datang, dia tampak menahan sakit yang sangat di kepalanya. Ya Alloh, bantu hamba untuk tetap bisa mengepakkan sayap ini disaat satu sayap yang lain lelah.

Abi, dua setengah juta untuk kita memang sangat berat. Tapi itu ringan, sangat sedikit bagi Alloh yang Maha Kaya. Itu yang terus aku bisikkan di telinga suamiku. Alhamdulillah, di saat suamiku sakit, Kau beri hamba kekuatan dan keyakinan bahwa pasti ada jalan.

Dan Engkau menggantinya begitu banyak. Tiba-tiba saja, Alloh mengirimkan orang-orang yang berniat mengambil dagangan kami untuk dijual lagi. Hari-hariku pun menjadi lebih sibuk menyiapkan pesanan mereka, juga mengantarkan suamiku menjalani terapi. Alhamdulillah, pelan tapi pasti, sayap lelah itu mulai bisa mengepak kuat kembali.

Alhamdulillah ya Alloh, hamba tidak tahu berapa kali harus hamba ulangi kata ini untuk mengungkapkan syukur hamba. Di tengah hari-hari berat yang harus hamba lalui, selalu ada saja hiburan yang Kau beri agar kami yakin bahwa selalu ada Engkau di balik setiap kejadian.

Abi, di tengah sakitmu, Alloh membuka banyak jalan yang sebelumnya terbayangkanpun tidak. Alloh memudahkan anak-anak kita, memberi mereka kesehatan hingga selalu bisa menghibur hati kita. Si kecil, yang biasanya sering terbangun di malam hari seperti tahu kelelahan orang tuanya. Jam delapan malam dia sudah tertidur, lelap hingga pagi. Si sulung yang biasanya hanya mau ke sekolah diantar jemput oleh kita, tiba-tiba mau diantar dan dijemput orang lain seperti kakek atau budhenya.

Alloh mengirim orang-orang, saudara-saudara kita, yang membuat kita merasa tidak sendiri menghadapi beratnya ujian ini. Masih banyak yang lebih berat dari kita. Dan tanpa harus menceritakan masalah kita, apalagi meminta untuk dikasihani, Alloh membukakan begitu banyak pintu rizqi untuk kita. Meski untuk mengganti uang yang hilang itu kami harus merelakan mahar pernikahan dijual. Kami yakin suatu saat Alloh akan menggantinya. Lebih banyak dan lebih baik, Insya Alloh.
.


Subhanalloh, sekali lagi dalam hidup kami ya Alloh, Kau beri kami pengalaman yang mengandung banyak pelajaran yang pasti dapat kita ambil hikmahnya asal kita tidak berputus asa dan mau melalui semua manis pahit hidup dengan sabar dan hanya bersandar kepada-Nya.
Dan dua sayap kamipun kembali mengepak bersama-sama, menuju tujuan kami…Ridlo-Mu, Insya Alloh.


**Diambil dari catatan Ummu Ahmad dengan lisensi suami dan juga penulis sendiri**

Sangat dianjurkan bagi teman-teman untuk ikut berbagi dengan yang lain. Silahkan dishare dan copas.


~Akhukum fillah, Ibnu Abdul Bari el-'Afifi~

No comments: